Menyabet Satyalancana
Kebaktian Sosial Berkat DDS 100 Kali
Tidak pernah terbayangkan di benaknya bahwa rutinitas tiap tiga
bulan sekali itu akan mendapat tanggapan positif. Setelah menjalaninya sampai
100 kali, ia pun mendapatkan penghargaan. Padahal, ia tidak pernah berniat
untuk menuju angka 100. Bahkan untuk menghitungnya pun tidak pernah
terpikirkan. Baginya, semua itu ia lakukan secara sukarela untuk menolong
sesama. Tidak aneh bila Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menganugerahkan tanda
kehormatan Satyalancana Kebaktian Sosial pada pelaku Donor Darah Sukarela satu
ini.
Saat
ditemui di ruang dosen Jurusan Pendidikan Luar Sekolah FIP, Senin (20/01/2014),
Pak Heru, begitu sapaannya, tampak begitu berapi-api membicarakan masalah
ketahanan nasional. Ketahanan nasional yang merupakan kemampuan untuk
mengembangkan kekuatan nasional dalam menghadapi segala ancaman sejatinya tidak
bisa terlepas dari peran generasi muda.
“Melihat
berbagai tantangan tersebut, seluruh elemen bangsa memiliki peranan vital di
masing-masing bidangnya. Namun, pemuda yang memiliki batasan produktif dalam
berkarya, memiliki posisi yang penting. Potensi yang dimiliki oleh generasi
muda diharapkan mampu meningkatkan peran dan memberikan kontribusi dalam
mengatasi persoalan bangsa,” ujarnya menggebu-gebu.
DDS: Drs. Heru Siswanto, M. Si. saat ditemui di ruang dosen jurusan Pendidikan Luar Sekolah. |
Masih
dengan bersemangat, pengampu mata kuliah Kewarganegaraan itu begitu memprioritaskan
mahasiswa sebagai motor perubahan bangsa. Ia berharap mahasiswa dapat terjun
langsung di masyarakat. Pengabdian itu memberikan kontribusi yang bisa
dirasakan oleh masyarakat dengan adanya penerapan ilmu teknologi yang
dikembangkan melalui penelitian.
“Yang
namanya mahasiswa seyogyanya harus berkuliah. Mereka harus tahu sedang belajar
apa, karena kelak mereka bertanggungjawab untuk mengimplementasikannya di
masyarakat,” tegas dosen yang juga mengajar di kelas PPG dan PLPG itu.
Berangkat dari gagasan
tersebut, Heru berusaha untuk tidak individualitas. Ia ingin belajar untuk
mengedepankan kepentingan orang lain di atas kepentingan pribadi. Latar
belakang pendidikanlah yang memberinya pencerahan akan pentingnya peduli
sesama.
“Saya mengantongi
gelar sarjana dari Jurusan FPOK Unesa (sekarang FIK). Namun, saya mendapat
mandat untuk mengikuti Kursus Calon Dosen Kewiraan melalui tes 10 hari tentang
pengetahuan umum dan mental ideologi di Dephankam. Karena fenomena reformasi,
Pendidikan Kewiraan berubah menjadi Pendidikan Kewarganegaraan. Tahun 1994 saya
menempuh S2 di Universitas Indonesia Jurusan Kajian Ketahanan Nasional. Karena itu,
serdos saya adalah sebagai pengampu bidang ketahanan nasional,” urainya
singkat.
Berkat bekal
pendidikan yang dimiliki, pria kelahiran Madiun, 8 Februari 1960 itu berupaya
untuk mengimplementasikan ilmunya ke masyarakat. Dimulai dari hal-hal kecil, misalnya
saja melalui keaktifannya dalam menjadi Donor Darah Sukarela (DDS) bagi mereka
yang membutuhkan.
“Donor darah pertama
saya adalah pada tahun 1982, waktu itu saya masih duduk di semester tiga.
Sekarang saya rutin mendonorkan darah ke PMI setiap tiga bulan sekali. Selain
berbagi dengan mereka yang membutuhkan, saya juga bisa mengontrol kesehatan,”
ujar pria yang mendonorkan darahnya di PMI Embong Ploso Surabaya tersebut.
Seiring berjalannya
waktu, ketercapaian donor darah Heru sudah melampaui angka 100. Mendonorkan darah sebanyak 100 kali berarti telah mengeluarkan
lima kali lipat darah yang ada di tubuhnya, tanpa imbalan. Saat ini ia tercatat sebagai pendonor yang sudah melakukan donor darah
sebanyak 108 kali. Saat melakukan donor ke-107, Heru mendapat kabar bahwa ia
akan mendapatkan penghargaan dari presiden.
“Sungguh tidak mengira
bahwa jumlah donor saya akan dihitung. Tapi setelah melihat sebuah pamflet yang
menyatakan bahwa pendonor darah 100 kali akan diberi penghargaan oleh presiden,
baru saya percaya. Mulai saat itu saya ingin segera bertemu presiden. Ada rasa
kebanggaan tersendiri,” ungkap dosen yang juga menerima penghargaan Dwidya
Sistha, tanda penghargaan bagi mereka yang telah melaksanakan perannya sebagai
instruktur atau pelatih militer selama empat tahun berturut-turut.
Akhirnya pada tanggal
16—18 Desember 2013, Heru beserta rombongan dari 21 PMI se-Jatim berada di
Jakarta untuk menerima penghargaan dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Penghargaan itu bernama Satyalancana Kebaktian Sosial pada Para Donor Darah
Sukarela 100 Kali Tahun 2013. Acara yang berlangsung di Ruang Puri Agung Hotel
Sahid Jaya—Jakarta Pusat itu memberikan penghargaan pada DDS 100 kali di
seluruh Indonesia yang jumlahnya mencapai 950 orang. Berdasarkan angka
tersebut, Jawa Timur adalah provinsi paling besar yang menyumbang DDS, yaitu
mencapai 450 orang. Dari sejumlah kota di Jawa Timur, kota terbanyak DDS adalah
Surabaya yang mencapai angka 288 orang.
Pada kesempatan
tersebut, para DDS mendapatkan uang sebesar Rp750.000,00 dan seragam batik plus ongkos jahitnya. Seragam batik yang
disamakan perprovinsi tersebut dipakai dalam acara “Temu Asih Ketua Umum PMI
dengan Donor Darah Sukarela 100 Kali” pada tanggal 16 Desember, lalu
dilanjutkan dengan penyematan cincin DDS oleh Ketua Umum PMI, Jussuf Kalla,
kepada perwakilan DDS tiap provinsi. Pada cincin seberat empat gram itu
ditorehkan tanda plus yang merupakan
simbol Palang Merah Indonesia. Sementara itu, penerimaan Satyalancana dilakukan
pada tanggal 18 Desember.
TANDA PENGHARGAAN: Inilah cincin DDS bertorehkan tanda plus yang merupakan lambang Palang Merah Indonesia. |
Menanggapi sejumlah
penghargaan yang telah diperolehnya, Heru cukup menjadikannya pagar untuk
berbuat lebih baik. Ada kalanya berat, ada kalanya tidak. Berat karena harus
memikul tanggungjawab, ringan karena dirinya tidak meminta untuk dihargai.
“Dalam menjalani hidup,
saya memiliki empat pedoman: meyakini apa yang diimani, bersyukur, berdoa, dan
berusaha semaksimal mungkin untuk berbuat lebih baik. Dengan begitu, saya dapat
mempertanggungjawabkan segala perbuatan saya di hadapan Tuhan,” pungkas dosen
yang tinggal di Perum Griya Japan Raya Mojokerto itu (San).
No comments:
Post a Comment