Beradu
Gaya Lewat Lomba Foto Genic
Peringatan Dies
Natalis Ke-49
Universitas Negeri Surabaya Tahun 2013
dimeriahkan oleh berbagai kegiatan baik untuk internal civitas akademika maupun
untuk masyarakat sekitar kampus. Sebagai wujud perhatian dan kepedulian Unesa
terhadap masyarakat khususnya anak-anak berkebutuhan khusus yaitu penderita down syndrom, Unesa menyelenggarakan
kegiatan Lomba Atletik Anak Down Syndrom
Se-Jawa Timur.
TAK INGIN KETINGGALAN: Anak-anak penyandang down syndrom yang sedang melakukan lomba lari. |
MENGGEMASKAN: Seorang anak down syndrom sedang berpose dalam lomba foto genic. |
Lomba yang baru dua
kali digelar ini dilaksanakan pada Sabtu, 7 Desember 2013 di Lapangan Atletik
Kampus Unesa Lidah Wetan Surabaya. Peserta yang hadir sekitar 30 anak, berasal
dari berbagai daerah di Jawa Timur seperti Surabaya, Lumajang, Bojonegoro,
bahkan Ponorogo. Peserta adalah penyandang down
syndrom yang dibuktikan dengan surat keterangan, serta berusia minimal
delapan tahun.
Dwi Cahyo Kartiko, S.
Pd, M. Kes., penyelenggara lomba yang juga menjabat sebagai sekretaris ini
menyatakan bahwa lomba atletik down
syndrom merupakan wujud nyata kepedulian kampus. Selain untuk memeriahkan
Dies Natalis, lomba ini adalah bentuk partisipasi aktif dan kepedulian Unesa
dalam mengembangkan dan meningkatkan prestasi olahraga di kalangan anak down syndrom.
“Tujuan lomba ini
adalah membentuk kepribadian dengan menjunjung disiplin dan sportivitas yang
tinggi dalam mencapai prestasi. Pembentukan kepribadian itu dilakukan dengan
menanamkan kesadaran akan pentingnya berolahraga. Dengan pembinaan olahraga
secara merata, diharap penderita down syndrom
akan sehat jasmani, mental, dan rohani,” terang dosen FIK yang akrab dipanggil
Cahyo itu.
Cahyo menambahkan, kualifikasi
peserta untuk delapan tahun ke atas merupakan wacana dari SOIna (Special Olympics Indonesia).
SOIna adalah satu-satunya organisasi di Indonesia yang mendapat akreditasi dari
Special Olympics International (SOI) untuk menyelenggarakan pelatihan dan
kompetisi olahraga bagi warga tunagrahita di Indonesia. Namun POTADS (Persatuan
Orang Tua Anak dengan Down Syndrome) memiliki
masukan berbeda.
“POTADS adalah sebuah
perkumpulan. Lembaga sosial ini mengadakan kegiatan-kegiatan yang melibatkan
orang tua dengan anak-anak penyandang down
syndrome. Dalam pertemuan dengan POTADS kemarin, ada masukan untuk mencoba
di bawah delapan tahun. Namun karena sudah terwacanakan di SOIna, kami tetap
menyelenggarakan untuk usia delapan tahun ke atas,” papar Cahyo.
Setelah pendaftaran peserta, dimulailah
pertandingan sesuai nomor lomba masing-masing. Nomor-nomor lomba yang
ditandingkan adalah sebagai berikut.
No.
|
Nomor lomba
|
L/P
|
Kelompok
|
Ket.
|
1
|
25 m
|
Putra
|
Terbuka
|
Low ability
|
2
|
25 m
|
Putri
|
Terbuka
|
Low ability
|
3
|
50 m
|
Putra
|
Terbuka
|
Low ability
|
4
|
50 m
|
Putri
|
Terbuka
|
Low ability
|
5
|
Lompat jauh tanpa awalan
|
Putra
|
Terbuka
|
Low ability
|
6
|
Lompat jauh tanpa awalan
|
Putri
|
Terbuka
|
Low ability
|
7
|
Foto genic
|
Putra/putri
|
Terbuka
|
Low ability
|
Dari ketujuh nomor lomba tersebut, yang
paling menarik adalah lomba foto genic yang dilangsungkan pertama kali. Setiap
peserta down syndrom baik putra dan
putri beradu gaya dalam berfoto untuk kemudian diabadikan oleh panitia dan
anggota kelarga masing-masing. Banyak yang masih malu-malu, ada juga yang sudah
berani tampil percaya diri. Sangat lucu dan menggemaskan.
Setelah semua nomor lomba selesai dilombakan, dilaksanakan upacara penghormatan
pemenang. Peserta lomba diambil juara I, II, dan III. Walaupun begitu, setiap
peserta Lomba Atletik Anak Down syndrom
Se-Jawa Timur Tahun 2013 di Universitas Negeri Surabaya tetap diberikan medali
dan piagam penghargaan untuk menghargai mental dan meningkatkan rasa percaya
diri mereka.
Saat ditemui di lokasi lomba untuk membuka acara, Dr. Nanik Indahwati,
M. OR., ketua jurusan Pendidikan Olahraga Unesa menyatakan bahwa Lomba Atletik
Anak Down syndrom sangatlah positif. Lomba
ini menanamkan adanya kuliah nyata bagi mahasiswa Pendidikan Olahraga,
khususnya untuk menunjang mata kuliah Penjas Adaptif. Dalam acara tersebut,
mahasiswa dari Pendidikan Olahraga dijadikan sebagai panitia lomba.
“Saya berharap tahun depan
peserta yang ikut bertambah banyak, tidak hanya dari kelompok down syndrom saja, tapi dari anak
berkebutuhan khusus lainnya,” ungkap dosen muda itu.
Ina Basuki, salah satu orang tua anak down syndrom yang ditemui di lokasi lomba juga berharap demikian.
Ia menginginkan agar lomba dilaksanakan rutin tiap tahun agar bisa mengevaluasi
pengalaman anak-anak sebelumnya sehingga di sekolah dapat lebih baik lagi.
“Lomba ini sangat bagus untuk melatih percaya diri anak. Namun alangkah
baiknya bila informasi penyelenggaraan lomba diperluas sehingga semua elemen
dapat ikut. Saya setiap hari bertemu dengan orang tua dari anak tunagrahita
lain. Mereka mengaku ingin ikut lomba tapi tidak tahu tentang informasinya,”
ungkap perempuan yang berasal dari Surabaya itu.
Menanggapi hal tersebut, Drs. Abdul Rachman Syam Tuasikal, M.Pd., ketua panitia Lomba Atletik Anak Down syndrom mencoba meluruskan.
“Setiap anak tunagrahita berbeda kemampuannya. Mereka terbagi dalam down syndrom, tunagrahita ringan,
tunagrahita sedang, dan tunagrahita berat. Lomba ini hanya diperuntukkan bagi
mereka yang menderita down syndrom.
Jika semua kelompok tunagrahita diperlombakan, alangkah kasihannya anak-anak
dengan kemampuan yang berbeda-beda tersebut,” pungkas dosen yang akrab
dipanggil Rachman itu (San/Wah).
No comments:
Post a Comment