Saya Ingin Mendirikan Sekolah
Seuntai
senyum manis terkembang dari bibirnya saat wartawan Unesa menemui seorang gadis
berkerudung ungu di Joglo FBS Unesa, Senin (8/10/2012). Sapaannya yang ramah
menambah keceriaan di siang yang terik itu. Kulitnya yang putih bersih seperti
menyiratkan bahwa ia adalah seorang gadis kota yang lugu. Namun pandangan ini
ternyata keliru. Pertemuan yang baru pertama kali tersebut bertambah mesra saat Inna mulai membuka kisah tentang kehidupannya.
RAMAH: Inna (kiri) bersama teman-temannya saat ditemui di joglo FBS, Unesa.
Ya, namanya Inna. Gadis manis tersebut adalah
mahasiswa baru dari jurusan Pendidikan Bahasa Inggris Unesa. Seperti yang
dilansir dari unesa.ac.id, Wahyu Sakinah Rochmawati, begitu nama panjangnya,
tidak menyangka akan dapat melanjutkan pendidikan sampai jenjang perguruan
tinggi seperti sekarang ini. Kampung halamannya berasal dari Kecamatan Trawas
Mojokerto, menghuni sebuah desa yang terpencil dan jauh dari keramaian, agaknya
membuat penduduknya buta akan pendidikan. Ditambah pula dengan perekonomian
masyarakat yang pas-pasan, membuat anak-anak mereka yang masih di bawah umur
harus mengikuti perintah orang tua untuk mengarungi kehidupan rumah tangga
walaupun dengan fisik dan mental yang belum siap. Kondisi ini pun sempat
menimpa Inna. Rahmat, ayahnya, adalah seorang tukang ojek yang sehari-harinya
bekerja di Trawas. Sepeda
motor untuk ojek pun bukan milik sendiri, melainkan menyewa tiap hari. Baru pada
tahun 2012 ini orang tuanya mampu membeli sepeda motor Suzuki butut. Ibu Inna, Nunuk Hartini, adalah seorang ibu rumah
tangga yang sehari-harinya berjualan lontong pecel. Tidak berbeda dengan
remaja-remaja lain di desanya, Inna diminta menikah di usia muda dengan
menggantungkan harapan dan cita-cita yang terancam pudar.
Dengan usaha kerasnya untuk meyakinkan orang
tua, akhirnya Tuhan menjawab doa-doa Inna. Keberhasilannya menembus jalur bidik
misi telah mengantarkan Inna ke jurusan Pendidikan Bahasa Inggris Unesa.
Melihat usaha putrinya yang gigih tersebut, akhirnya kedua orang tua Inna
memberinya izin untuk melanjutkan kuliah.
“Bagi saya pendidikan itu penting. Latar
belakang ekonomi yang pas-pasan bukanlah penghalang untuk melanjutkan sekolah.
Tuhan akan memberi jalan asalkan kita mau berusaha”, ujar mahasiswa yang
sekarang menghuni Intensive Class F
tersebut.
Motivasi yang tinggi untuk bersekolah
tersebut sempat mengingatkan Inna akan kenangan masa lalunya dulu. Sejak SD
sampai SMP, Inna sudah harus bersusah payah untuk bersekolah. Bersama kakak
laki-lakinya, Inna yang tinggal di Jalan Palon nomor 21, RT/RW 03/01 Desa
Trawas, Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto tersebut setiap hari harus
menapaki jalan terjal yang berbukit untuk sampai di SD Negeri 1 Trawas dan SMP Negeri
1 Trawas.
“Waktu itu tahun 2000, tahun pertama saya
sekolah di SD. Selama sembilan tahun berturut-turut, saya tetap berjalan kaki
ke sekolah sampai lulus dari SMP Negeri 1 Trawas pada tahun 2009. Namun setelah memasuki bangku SMA di SMA
Negeri 1 Trawas, saya mulai diantar jemput Bapak dengan motor ojekannya”,
begitu ungkapnya sembari mengenang masa lalu.
Saat ditanya tentang prestasi yang pernah
diraih, ternyata Inna pernah menjuarai lomba “Menulis Surat untuk Bupati”
tingkat SMA pada tahun 2010 yang lalu. Dalam suratnya tersebut, ia menyampaikan
keinginannya kepada Bupati Mojokerto yang saat itu dijabat Suwandi, agar
mendirikan taman baca di tempat-tempat umum Mojokerto. Munculnya
gagasan penyediaan taman baca itu berangkat dari keprihatinannya terhadap
maraknya pengguna facebook terutama di kalangan pelajar. Inna yang memandang
banyak sisi negatif dari facebook tersebut, melihat perlu ada penyeimbang. Jika
tidak, budaya baca akan terus luntur. ''Taman baca itu untuk mengimbangi
maraknya facebook, juga untuk menumbuhkan kembali budaya baca”, ungkap siswa
yang selalu mendapat ranking 1 selama di SD tersebut.
Dengan predikat juara 1 tersebut, Inna
berkesempatan mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan kuliah di Universitas
Darul Ulum Jombang. Namun sayangnya, beasiswa itu tidak ia ambil.
“Undar adalah universitas swasta. Saya
lebih tertarik untuk kuliah di negeri karena kualitasnya menjanjikan dan memiliki
prospek ke depan yang jelas”, ungkap gadis 18 tahun yang akhirnya memilih Unesa
sebagai tempat persinggahannya itu.
Saat menjadi mahasiswa baru, Inna
mengaku tidak menemui kesulitan yang berarti. Mahasiswa yang kini menghuni
asrama putri Unesa itu berharap suatu saat nanti dapat membahagiakan kedua
orang tuanya. Harapan itu tidak muluk-muluk, yaitu ingin menjadi seorang yang
sukses.
“Semua orang tua pasti menginginkan
anaknya sukses. Jalan sukses itu akan saya tempuh dengan menjadi seorang
diplomat. Dengan menjadi diplomat saya bisa menyuarakan kepada dunia bahwa seorang
anak dengan keterbatasan ekonomi juga mempunyai mimpi yang menunggu untuk
diwujudkan”, tutur Inna dengan bijak.
Di akhir obrolan, Inna sempat mengutarakan mimpi terbesarnya selama ini.
“Saya ingin mendirikan sekolah, dan saya akan mengajar di sana,” imbuh gadis kelahiran
10 Mei 18 tahun silam itu (San).
No comments:
Post a Comment