Siap Mencerdaskan Kehidupan
Bangsa dan Menumbuhkan Tradisi
Keilmuan
Kita sering mendengar seorang anak berkata tentang
cita-citanya berikut, “menjadi orang yang berguna bagi nusa dan bangsa.”
Terlepas dari pernyataan tersebut, kita sebagai orang tua kadang belum mengerti
kemauan si anak sampai ia mampu menjelaskannya sendiri dewasa nanti. Lantas
pertanyaan selanjutnya, sosok seperti apakah yang berguna bagi nusa dan bangsa
tersebut?
Mungkin bagi sebagian orang, pemuda adalah sosok yang
tepat. Sebagai generasi penerus, pemuda mengemban amanah untuk mengubah dunia
ke arah yang lebih baik. Kata “mengubah dunia” sangat mudah diucapkan, namun
makna yang dikandung pastilah merupakan beban berat bagi seorang pemuda. Sampai
kapankah pemuda akan menanggung beban tersebut?
Tidak dapat dipungkiri, dari tangan seorang pemuda
telah dinantikan sumbangsihnya kepada bangsa dan negara. Sumbangsih itu harus
nyata, bukan omong kosong belaka. Masyarakatlah yang akan menilai keberhasilan
itu.
Jika seorang pemuda memikul tanggungjawab untuk menjadi
orang yang berguna bagi nusa bangsa, lalu bagaimanakah dengan wisudawan?
Sudahkah ia menunjukkan pada almamaternya tentang bentuk pengabdiannya kepada
masyarakat?
Mengusung tema “Wisudawan ke-75 Unesa Siap Mencerdaskan
Kehidupan Bangsa dan Menumbuhkan Tradisi Keilmuan”, upacara pengukuhan ini
mencoba disejajarkan dengan SM-3T (Sarjana Mendidik di Daerah Terdepan,
Tertinggal, dan Terluar), salah satu bagian dari program Maju Bersama
Mencerdaskan Indonesia yang diluncurkan Dikti sejak tahun 2011. Seperti yang
telah diinformasikan sebelumnya, program SM-3T ditujukan kepada para Sarjana
Pendidikan yang belum bertugas sebagai guru, untuk ditugaskan selama satu tahun
pada daerah 3T. Pragram SM-3T dimaksudkan untuk membantu mengatasi kekurangan
guru, sekaligus mempersiapkan calon guru profesional yang tangguh, mandiri, dan
memiliki sikap peduli terhadap sesama, serta memiliki jiwa untuk mencerdaskan
anak bangsa.
Dalam program ini, para sarjana pendidikan direkrut,
dipersiapkan, dan diterjunkan di wilayah pengabdian. Wilayah pengabdian
meliputi sejumlah kabupaten di Provinsi Aceh, Kepulauan Riau, Kalimantan Barat,
Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Nusa Tenggara Timur, Papua Barat, dan Papua.
Selama mengabdi, setiap bulan mereka akan mendapatkan uang biaya hidup dan
asuransi kesehatan. Setelah setahun mengabdi, mereka akan mengikuti Pendidikan
Profesi Guru (PPG) dengan beasiswa penuh dari pemerintah.
Sebagai koordinator program SM-3T, Prof. Dr. Luthfiyah Nurlaela
menyatakan bahwa sarjana yang mengikuti program SM-3T dapat dikatakan sebagai agent of change, pembawa perubahan.
“Mereka ditugaskan untuk mengabdi di daerah 3T sebagai agent of change, dalam rangka menunjang
percepatan pembangunan pendidikan dan mencerdaskan anak-anak bangsa di seluruh
pelosok negeri. Mereka tidak hanya mengajarkan pengetahuan dan keterampilan,
tetapi juga sikap dan nilai-nilai positif seperti mencintai ilmu, menghargai
perbedaan, toleransi, dan kerja keras,” ungkap guru besar Fakultas Teknik ini.
Lebih lanjut Luthfiyah menuturkan, antara sarjana laki-laki
dan perempuan tidak ada beda, keduanya sama-sama dituntut untuk peka terhadap
lingkungan agar bisa menyiasati perbedaan budaya yang tiba-tiba menghampiri.
“Banyak tantangan yang harus mereka hadapi:
keterbatasan sarana prasarana, daya dukung masyarakat dan sekolah yang sangat
rendah, serta latar belakang kultur dan agama yang berbeda. Semua kondisi
tersebut semata-mata membuat kepedulian mereka terasah serta kemampuan
memecahkan masalah semakin terbangun,” tambah Luthfiyah.
Untuk menghadapi berbagai tantangan tersebut, tentunya
dibutuhkan kualifikasi peserta yang tangguh. Tidak hanya hanya tangguh di
bidang akademik, namun fisik dan mental juga harus siap. Persyaratan yang telah
ditentukan Dikti adalah mutlak, tidak bisa disandingkan dengan masalah hati.
Padahal bila ditilik lebih lanjut, di dunia ini pasti ada orang yang
benar-benar memiliki jiwa pendidik. Mereka rela ditempatkan di daerah 3T namun
harus terhenti mimpinya hanya karena masalah persyaratan.
“Sejujurnya ini adalah sebuah problema yang biasa.
Dalam hidup ini terdapat norma-norma yang harus kita patuhi demi terciptanya
sebuah keberlangsungan. Masih ada jalan lain untuk mencerdaskan bangsa,” ujar
Luthfiyah dengan optimis.
Di akhir kesempatan, guru besar yang juga merangkap
sebagai ketua PPG Unesa ini berharap agar wisudawan Unesa dapat berperan
sebagai pencipta lapangan kerja yang tidak hanya sukses di bidangnya, namun
juga tumbuh dan berkembang menjadi seorang wirausahawan.
“Unesa memang satu di antara puluhan LPTK yang ada.
Walaupun mencetak tenaga kependidikan, namun masih terbuka banyak peluang untuk
berkarya,” imbuh Luthfiyah dengan penuh harap.
Ya, mahasiswa adalah sosok pemuda yang dinantikan karyanya bagi kepentingan nusa dan bangsa (San).
Ya, mahasiswa adalah sosok pemuda yang dinantikan karyanya bagi kepentingan nusa dan bangsa (San).
No comments:
Post a Comment