Rindu Berenang di
Sungai
Jangan
menyerah sebelum mencoba. Begitulah yang digemakan Ario Muhammad hari ini,
Sabtu (29/9/2012) dalam acaranya yang bertajuk SM-2T (Scholarship Motivation Training for Teenager). Acara yang digelar
di Auditorium Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Surabaya ini mengulas
tentang kiat-kiat untuk mendapatkan beasiswa ke luar negeri, serta tips-tips
menjalani kuliah di negeri seberang.
KENANGAN: Ario Muhammad saat bercerita tentang masa kecilnya di Halmahera.
Seperti
kita ketahui, Ario Muhammad adalah lulusan The
National University of Science and
Technology (NTUST) Taipei, Taiwan. Hebatnya, gelar M. Sc. (Eng) atau MSE.
yang sekarang ia sandang diperolehnya berkat beasiswa yang ia dapatkan selama
berguru di negara yang dijuluki naga kecil Asia tersebut. Dalam acara yang
dihadiri puluhan mahasiswa dari berbagai jurusan tersebut, Ario Muhammad juga
berkesempatan untuk mempromosikan bukunya yang berjudul “Notes of 1000 Days in Taiwan”. Buku dengan tebal 195 halaman itu berkisah
tentang pengalaman Ario selama menjalani hari-harinya sebagai mahasiswa yang
terpisah dari tanah kelahiran.
Pria
kelahiran Halmahera, 14 September 25 tahun silam itu sempat bercerita tentang
masa kecilnya di tanah kelahiran, Kecamatan Malifut, pelosok utara Halmahera.
“Anda
tidak akan menemukan Malifut di peta mengingat tempatnya yang jauh di pelosok,”
ujarnya memulai cerita. “Hal yang paling saya rindukan selama berada di Taiwan
adalah masakan Ibu di rumah serta keceriaan bersama kawan saat berenang di
sungai,” tambahnya sembari mengingat masa lalu.
Masa
kecil Ario ternyata juga tidak luput dari kepedihan. Kerusuhan SARA yang
terjadi pada tahun 1999 bermula dari tanah kelahirannya, Malifut. Konflik pun
meluas, membumihanguskan harta serta melayangkan jiwa manusia. Kondisi yang
kian memburuk membuat Ario kecil terpaksa melanjutkan sekolah menengahnya di
SMP Negeri 4 Ternate dan SMA Negeri 1 Ternate. Namun keadaan ini tidak
berlangsung lama karena konflik agama dan suku ternyata juga mencabik-cabik
wilayah Ternate.
Setelah
menamatkan pendidikan menengahnya, Ario tertarik untuk melanjutkan studi ke
kedokteran. Namun tampaknya, mimpi Ario tersebut belum bisa terwujud. Usahanya
untuk menembus dunia kedokteran di berbagai perguruan tinggi seperti
Universitas Indonesia, Universitas Udayana, dan Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta berturut-turut gagal. Namun Tuhan tahu dimana ia harus menempatkan
umatnya. Walaupun bukan jurusan kedokteran, Ario akhirnya diterima di jurusan
teknik sipil Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dengan penuh rasa syukur.
Berkat
keikhlasan dan semangat tinggi dalam belajar, tiga setengah tahun kemudian Ario
lulus dengan membawa predikat lulusan tercepat, termuda, dan terbaik. Berkat
torehan gemilang ini, Ario mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan studi S2 dan
S3 di National University of Science and
Technology (NTUST) Taipei, Taiwan. Di negeri seberang ini pula Ario
dipertemukan dengan jodohnya, Ratih Nur Esti Anggraini. Pernikahannya dengan
gadis asal Trenggalek ini telah dikaruniai seorang putra.
Kisah
di atas hanyalah sekelumit kenangan yang terangkum dalam “Catatan Pengantar”
buku Notes of 1000 Days in Taiwan.
Masih ada empat bab menarik yang isinya mengupas tuntas pengalaman penulis di
luar negeri disertai petuah-petuah yang menginspirasi.
“Catatan
pengantar, Islamku di Taiwan, memoar studiku, belajar dari mereka, tentang
cinta kita di Formosa, dan ruang kontemplasi adalah setitik persembahan saya
kepada pembaca yang merindukan kuliah di luar negeri,” paparnya dengan bangga.
Dalam
bedah bukunya yang bertema “Menjadi organisatoris kreatif, akademisi prestatif,
dan agamis kontributif” ini, Ario memberikan sejumlah tips kepada mahasiswa
yang ingin melanjutkan studi ke luar negeri: dekat dengan Tuhan, bersihkan
pikiran dan jiwa dari hal-hal negatif, banyak berteman, berani untuk bermimpi,
membuat peta hidup, percaya diri, optimis, dan penuh semangat.
“Sekarang
banyak pemuda yang kehilangan jati dirinya. Mereka lebih menyukai hal-hal
instan sehingga bekerja tanpa motivasi yang jelas. Untuk itu, ada baiknya
generasi muda membentengi dirinya dari pergaulan bebas dan perbedaan budaya
yang menyesatkan. Tantangan dunia kampus jauh lebih menarik,” ujar pria yang
masih ingin menjadi profesor tersebut (San).
No comments:
Post a Comment