Background

Saturday, October 5, 2013

Nur Ainy Pricillia Susanti, Wisudawan Terbaik FIP


Tak Akan Menghukum Siswa


Menamatkan semester 8-nya dari Jurusan Bimbingan dan Konseling Universitas Negeri Surabaya, Nur Ainy Pricillia Susanti, begitu namanya, berhasil menyelesaikan skripsinya yang berjudul “Perbedaan antara Penerapan Penguatan Berkelanjutan, Interval, dan Rasio dalam Meningkatkan Kebiasaan Belajar Siswa”. Perempuan kelahiran Bondowoso, 7 Juni 1991 itu berhasil meraih IPK tertinggi se-FIP sebesar 3,75. Lia, begitu panggilannya, mengaku memilih judul tersebut karena prihatin dengan minimnya penanganan terhadap rendahnya kebiasaan belajar siswa di sekolah negeri atau swasta.
“Saya ingin mengatasinya dengan menerapkan sebuah treatment berupa reinforcement (penguatan). Tidak hanya dengan reinforcement (penguatan) saja, tetapi lebih daripada itu, saya juga berupaya membandingkan antara ketiga jadwal pemberian penguatan, yakni continuous (berkelanjutan), interval, dan rasio. Dari ketiga jadwal tersebut, manakah yang paling memiliki potensi keberhasilan dalam meningkatkan kebiasaan belajar siswa. Hal itu perlu dilakukan, karena berdasarkan literatur luar negeri, penguatan dengan jadwal rasiolah yang paling memiliki potensi keberhasilan dalam meningkatkan kebiasaan belajar siswa, sedangkan di Indonesia belum ditemukan penelitiannya,” papar Lia. 

Nur Ainy Pricillia Susanti, wisudawan terbaik FIP
Poin penting yang diusung Lia dalam skripsinya adalah peningkatan perilaku ke arah positif. Menurut gadis asal Madiun tersebut, ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan perilaku siswa, salah satunya adalah memilih skedul penguatan yang tepat. Walaupun penguatan adalah cara yang biasa dilakukan dalam kehidupan sehari-hari, namun jika bisa menerapkan skedul penguatan (penggunaan) secara tepat, maka akan terjadi perubahan perilaku yang diharapkan. Dalam hal ini, penguatan dengan jadwal continuous (berkelanjutan)lah yang paling memiliki potensi keberhasilan dalam meningkatkan kebiasaan belajar siswa. “Metode yang saya gunakan dalam penelitian adalah token economy (kartu berharga). Jika guru ingin menggunakan metode ini, reward yang diperoleh siswa bisa ditransfer ke dalam bentuk lain sesuai perilaku siswa,” imbuhnya.
Saat ditanya apakah ia akan menindaklanjuti skripsinya tersebut, mahasiswa yang tinggal di Ds. Kedungbanteng, RT/RW 12/2, Kec. Pilangkenceng, Kab. Madiun itu menjawab mantap. Ia akan mengimplementasikan pengalaman dan hasil penelitiannya saat mengajar nanti.
“Saat ini hukuman sering menjadi alat untuk membuat siswa jera. Namun saat mengajar nanti saya tidak akan mengedepankan hukuman sebagai alat utama dalam membentuk perilaku yang diharapkan. Di dalam penelitian sudah terbukti, reinforcement lebih memiliki potensi keberhasilan dalam mengubah perilaku ke arah yang diharapkan. Selain itu, perlu juga mempublikasikan keberhasilan siswa di kelas sebagai bentuk penghargaan sekaligus pemicu semangat siswa lainnya,” ujar perempuan berambut panjang itu.
Saat dikabarkan menjadi mahasiswa dengan peraih IPK tertinggi, Lia mengaku bangga dan sangat bersyukur. Akhirnya doa dan kerja keras yang ia lakukan dari awal masuk kuliah menghasilkan sesuatu yang sebanding.
“Hal yang paling saya ingat selama proses pembuatan skripsi adalah dukungan, semangat, masukan, serta pujian yang sering saya dengar dari dosen pembimbing skripsi, yaitu Dra. Retno Lukitaningsih. Ditambah pula sorakan dari teman-teman saat seminar proposal adalah bentuk dukungan batiniah yang paling bermakna,” terang mahasiswa yang gemar membaca tersebut.
Selama menjadi mahasiswa, Lia sempat aktif di DLM dan UKKI pada tahun ajaran pertama. Pernah pula mengajar les di daerah Rungkut, walaupun pada akhirnya harus berhenti karena jauhnya lokasi. Setelah lulus, Lia mengaku ingin fokus dulu untuk mengajar. Saat ini ia sudah menjadi tenaga pengajar di salah satu SMK swasta yang bonafit di Mejayan. Baru setelah itu, ia akan menjajaki rencana hidup selanjutnya. “Tes CPNS, setelah itu PPG/PPBK, setelah itu S2, setelah itu dosen,” ujarnya sambil tersenyum.
Sebelum meninggalkan kampus, Lia tidak lupa berpesan kepada mahasiswa Unesa untuk terus berprestasi.
Jangan mudah menyerah untuk mencapai eksistensi diri kita. Apa yang kita usahakan sekarang sangat mempengaruhi masa depan. Dari awal, cobalah cari sesuatu yang bisa menjadi semangat positif bagi kita, jangan sampai menyesal karena waktu yang telah kita buang sia-sia,” tegas gadis yang kukuh ingin menjadi pendidik tersebut.
Prestasi Nur Ainy tersebut mendapat tanggapan positif dari dekan Fakultas Ilmu Pendidikan, Drs. I Nyoman Sudarka, M.S. Ia bersama dosen-dosen FIP yang lain telah berjuang bersama untuk membangun ranah akademik agar kualitasnya dapat dipertanggungjawabkan. Hasilnya, jurusan Bimbingan Konseling tempat Nur Ainy bernaung telah mendapat akreditasi A.
“Pengakuan itu tentu saja berpengaruh pada semangat mahasiswa sehingga akan muncul seorang pemuncak. Dalam hal ini, Nur Ainylah pemuncaknya. Karena itu, kami telah memberikan piagam penghargaan dan dana pembinaan sebesar Rp500.000,00 sebagai reward,” tandas dekan kelahiran Denpasar, 2 Januari 1952 itu (San).

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

No comments:

Post a Comment