Background

Saturday, October 5, 2013

Djuli Djatiprambudi, Kurator Seni dari Unesa


Jatuh Cinta dengan Pelukis Cina

Universitas Negeri Surabaya memiliki seorang kurator seni yang aktif di bidangnya. Namanya sudah memiliki pamor di kancah seni rupa nusantara. Ia adalah Dr. Djuli Djatiprambudi, M.Sn. Selayaknya seorang kurator yang berpendidikan tinggi, pria 50 tahun tersebut mengantongi gelar doktor dari Sekolah Pascasarjana ITB, Program Studi Ilmu Seni Rupa dan Desain tahun 2009. Gelar magister sebelumnya ia peroleh dari Program Pascasarjana Institut Teknologi Bandung, Program Studi Seni Murni, tahun 2004. Sementara gelar sarjana ia peroleh dari Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni, IKIP Surabaya (Universitas Negeri Surabaya), tahun 1987. Saat ini pun ia menjadi dosen di Jurusan Pendidikan Seni Rupa Unesa sejak tahun 1991. Sejak saat itu pulalah ia mulai merintis menjadi penyelenggara pameran seni rupa, dan sejak tahun 2000 memosisikan sebagai kurator seni rupa independen. Puncak tahta berhasil ia dapatkan setelah kini menjadi ketua prodi di Jurusan Pendidikan Seni Rupa Unesa.

KURATOR: Djuli Djatiprambudi dengan berlatarkan perpustakaan pribadi di rumahnya.
Selengkapnya...

Djodjok Soepardjo, Guru Besar Bahasa Jepang Universitas Negeri Surabaya


Menjadi Guru Besar Berkat Kakaknya yang Pelaut

Unesa patut berbangga hati karena memiliki guru besar seperti Djodjok Soepardjo. Ia adalah satu di antara dua guru besar Bahasa Jepang di Indonesia. Selain mengajar, ia juga aktif di International Multi Cultural (I’Mc) Center sebagai Executive Director. Yayasan yang berlokasi di Perumahan Lotus Regency itu dipakai sebagai tempat kursus Bahasa Jepang sekaligus lembaga pendidikan yang berkonsentrasi pada budaya Jepang. Apa yang membuat pria 55 tahun itu menyukai segala hal tentang Jepang? Berikut wawancara saya dengan Prof. Dr. Djodjok Soepardjo, M.Litt.

Inilah Djodjok Soepardjo, executive director I'Mc Center Surabaya
Selengkapnya...

Nur Ainy Pricillia Susanti, Wisudawan Terbaik FIP


Tak Akan Menghukum Siswa


Menamatkan semester 8-nya dari Jurusan Bimbingan dan Konseling Universitas Negeri Surabaya, Nur Ainy Pricillia Susanti, begitu namanya, berhasil menyelesaikan skripsinya yang berjudul “Perbedaan antara Penerapan Penguatan Berkelanjutan, Interval, dan Rasio dalam Meningkatkan Kebiasaan Belajar Siswa”. Perempuan kelahiran Bondowoso, 7 Juni 1991 itu berhasil meraih IPK tertinggi se-FIP sebesar 3,75. Lia, begitu panggilannya, mengaku memilih judul tersebut karena prihatin dengan minimnya penanganan terhadap rendahnya kebiasaan belajar siswa di sekolah negeri atau swasta.
“Saya ingin mengatasinya dengan menerapkan sebuah treatment berupa reinforcement (penguatan). Tidak hanya dengan reinforcement (penguatan) saja, tetapi lebih daripada itu, saya juga berupaya membandingkan antara ketiga jadwal pemberian penguatan, yakni continuous (berkelanjutan), interval, dan rasio. Dari ketiga jadwal tersebut, manakah yang paling memiliki potensi keberhasilan dalam meningkatkan kebiasaan belajar siswa. Hal itu perlu dilakukan, karena berdasarkan literatur luar negeri, penguatan dengan jadwal rasiolah yang paling memiliki potensi keberhasilan dalam meningkatkan kebiasaan belajar siswa, sedangkan di Indonesia belum ditemukan penelitiannya,” papar Lia. 

Nur Ainy Pricillia Susanti, wisudawan terbaik FIP
Selengkapnya...